Al Qur’an Bukan Biang Kerok Penyebab Paham Radikal !

Pelanggaran hukum serta perlakuan tidak adil terhadap para aktivis Islam yang difitnah teroris masih dijumpai sampai detik ini. Generasisasi terhadap para pelaku, intervensi dalam penentuan panasehat hukum, penganiayaan ternyata masih terus dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam hal ini Densus 88. Komentar itulah yang disampaikan oleh beberapa narasumber yang hadir dalam acara Seminar Hukum Islam “TEROR IS (NOT) ME” yang diselenggarakan oleh Fosmi (Forum Silaturahmi Mahasiswa Islam) Fakultas Hukum UNS, Sabtu (1/12).

Hadir dalam diskusi tersebut Noor Huda Ismail (Direktur Yayasan Prasasti Perdamaian), Budi Kuswanto (Tim Pengacara Muslim Jawa Tengah), Burhanudin Harahap (Dosen Hukum Islam UNS) dan yang terakhir Kepala BNPT Ansyad Bay. Awalnya panitia mengundang Menkopolhukam Djoko Sunyanto namun karena beliau berhalangan hadir maka diwakilkan Ansyad Bay.

Adanya penyamarataan terkait para pelaku teroris masih terus dilakukan. “Orang yang hanya meminjami sepeda motor dibandingkan dengan para pembuat bom ternyata hukumannya hampir sama. Ini yang menjadi persoalan” ujar Noor Huda Ismail. Sehingga dalam perjalanannya muncul sebuah “kecemburuan” antar para pelaku teroris. Mengakibatkan adanya rasa dendam yang akhirnya memunculkan semangat untuk membalas dendam terhadap pemerintah.

Noor Huda juga menjelaskan didunia global pelaku terorisme itu beragam. Sebagai contoh pelaku bom bunuh diri terbanyak itu dari umat Hindu (Tamil Tiger). Ia juga menceritakan saat diminta oleh perusahaan Google dalam diskusi dengan tema teroris. Ternyata para pelaku teroris yang datang terdiri dari latar agama yang berbeda-beda.

Namun di Indonesia isu terorisme ternyata hanya dikenakan ke salah satu agama yaitu Islam. Hampir semua orang yang dituduh teroris yang berjumlah kurang lebih 800 orang semuanya beragama Islam. ini bisa disimpulkan secara tidak langsung bahwa Islam sangat lekat dengan teroris. Meskipun anggapan itu selalu ditolak oleh BNPT namun kenyataannya seperti itu.

Kasus Papua adalah contohnya, jika mengacu pada UU Terorisme maka para pelaku penembak aparat kepolisian bisa dikatakan teroris sebab mereka telah melakukan teror. Tetapi ironisnya BNPT selalu mengatakan bahwa mereka adalah separatis karena tidak memiliki jaringan. Mengapa hal tersebut terjadi karena mayoritas para pelaku teror di Papua adalah kafir. Jika saja mereka beragama Islam sudah dipastikan akan dijerat dengan pasal Terorisme.

Senada dengan Noor Huda, Budi Kuswanto juga menjelaskan tentang masih terjadinya pelanggaran hak terhadap para terduga teroris dalam memperoleh perlindungan. Parahnya lagi Densus 88 juga melakukan intimidasi terhadap terduga teroris dalam menentukan penasehat hukum. “Selama ini kami hanya bisa melakukan pendampingan terhadap keluarga terduga” Kesal Budi Kuswanto. Seperti diketahui kekejaman Densus 88 ternyata tidak cukup dalam melakukan penyiksaan terhadap terduga teroris baik saat penangkapan dan penyekapan selama 6 hari, saat menentukan penasihat hukum juga melakukan intervensi. Semua terduga harus memberikan kuasanya terhadap Asludin Hajtani pengacara yang mengaku TPM buatan Densus 88. Jika para terduga teroris menolak maka segala hak akan dipersulit dan diancam dengan berbagai cara.

Berbeda dengan pembicara sebelumnya, Burhanudin Harahap lebih menyoroti perihal aksi teror jika dikaitkan dengan hukum Islam.Ia menolak tegas jika ayat Al Qur’an dijadikan penyebab munculnya pemahaman radikal atau dalam hal ini terorisme. “Saya menolak tegas jika Al Qur’an dijadikan biang kerok dari akar radikalisme. Sebab, Al Qur’an lahir pada 14 abad yang lalu dan isu teroris baru berkembang pada tahun 2000” Ujar Dosen UNS tersebut.

Pemateri terakhir adalah Ketua BNPT Ansyaad Mbay. Ia diberikan terakhir karena meminta kepada panitia agar diberikan waktu paling banyak. Jika pemateri lainnya mendapatkan waktu 25 menit maka ia meminta agar diberikan waktu 50 menit. Tak cukup sampai disitu kepada panitia Ansyaad Mbay juga meminta agar semua peserta seminar yang akan memasuki gedung tempat dimana acara diskusi dilaksanakan agar tas yang dibawa diperiksa. Luar biasa “ketakutan” BNPT terhadap isu teroris hingga demikian. Yang lebih mencengangkan lagi Ketua BNPT tersebut saat dijemput ataupun diantar minta menggunakan mobil bermerk Merzedes menurut salah satu panitia yang tak mau disebutkan namanya.

Masalah materi diskusi, Ansyaad Mbay terlihat tak begitu menguasai materi. Sebab materi yang disampaikan selalu diulang-ulang. Bahkan bahan presentasi juga terlihat biasa kalah jauh dibanding pemateri sebelumnya. Malah saat ada penanya perempuan yang menanyakan bahwa teroris yang sebenarnya adalah Amerika dan sekutunya. Ansyaad Mbay langsung membela tuduhan tersebut. “Kita jangan terburu-buru menyalahkan Amerika” ujarnya penuh percaya diri.

Ketidak cekatan Moderator dalam memanajemen acara menyebabkan diskusi kurang maksimal. Sehingga saat peserta ingin menyumbangkan pirikiran terbentur dengan waktu yang habis.

Sumber: fujamas.net

Copyright © 2018 Yayasan Prasasti Perdamaian. All Rights Reserved