Poso Diduga Basis Teroris

Jakarta | Minggu, 21 Oct 2012
M. Yamin Panca Setia
Mereka diduga sudah menguasai perbukitan sebagai basis kekuatan.

APARAT keamanan harus mewaspadai aksi para teroris di Poso, Sulawesi Tengah. Pergerakan para teroris di sana diduga bukan secara berkelompok, tetapi perpaduan antara individu-individu dari beragam kelompok.

Aksi mereka diyakini sangat radikal. Tidak sekadar melakukan pergerakan lewat jalur dakwah dalam mentransformasikan ideologi radikal. Namun, mereka menggunakan kekuatan bersenjata. Indikasi itu dapat dilihat sepanjang dua tahun terakhir, di mana Poso kerap dijadikan tempat pelatihan bersenjata yang dilakukan oleh beberapa kelompok yang dipimpin Abu Mus’ab Al Zarqawi Al Indunesi alias Santoso, Komandan Mujahidin Indonesia Timur.

Demikian pernyataan Taufik Andrie, peneliti terorisme dari Yayasan Prasasti Indonesia saat berbincang dengan Jurnal Nasional, tadi malam. Menurut dia, motif dan tujuan dari gerakan mereka sangat radikal, melebihi Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) yang disebut Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman berada di balik pembunuhan dua polisi di Poso beberapa hari lalu.

“Kelompok-kelompok ini tidak puas dengan dakwah-dakwah yang model (JAT) seperti itu. Mereka mau jihad yang sifatnya kongkrit, jangan cuma dakwah. Itulah sebabnya mereka menyempal sendiri-sendiri, bukan hanya dari JAT, tapi juga ada dari kelompok lain,” terang Taufik.

Apalagi, kata dia, sebelumnya ditemukan surat tantangan terbuka yang ditujukan Datasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri yang dibuat Santoso. Dari observasi yang dilakukan, dan informasi yang didapat dari beberapa sumber di Poso, Taufik menyatakan, para teroris di Poso sudah menguasai perbukitan sebagai basis kekuatan. “Jadi mereka memang seperti menginginkan perang terbuka, begitu,” katanya.

Meski validitas informasi itu belum dipastikan kebenarannya, Taufik yakin jika surat yang dibuat Santoso itu menunjukkan jika mereka ingin unjuk kekuatan seperti pada Januari 2007 lalu dan saat di Aceh yang digrebek polisi pada tahun 2010. Taufik menyarankan agar Polri fokus pada penanganan hukum dan melakukan operasi yang memungkinkan mereka bisa tertangkap hidup-hidup.

Taufik pun menduga mereka memilih Poso sebagai latihan militer karena memiliki latar belakang historis sebagai kawasan bekas konflik. Poso adalah salah satu konflik yang sudah beberapa kali ditawarkan resolusi. Namun tidak menjamin kawasan itu terbebas dari konflik.

Dalam menghalau gerakan radikal tersebut, Taufik berpendapat, polisi harus fokus operasi menangkap pelaku pembunuhan dan pengeboman. Namun, dia juga menekankan pentingnya membentengi masyarakat dari serbuan ideologi radikal. “Deradikalisasi itu menjadi tugas elemen lainnya dan harus dipahami betul oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Itu bukan pekerjaan mudah. Butuh waktu panjang dan harus tepat sasaran,” katanya.

Selama dalam waktu dua tahun terakhir, Taufik menilai, program deradikalisasi sudah berjalan dengan bagus. Tetapi, belum tepat sasaran karena tidak menyentuh jantung radikalisme itu sendiri. “Misalnya, kelompok tertentu yang menjadi target untuk menghilangkan pandangan ekstrem atau radikalisme.”

Pengamat intelejen Wawan Purwanto juga menduga ada puluhan gembong teroris sisa-sisa kelompok Poso. Abu Wardah alias Santoso alias Abu Yahya bukan satu-satunya pelaku tindak pidana terorisme yang diburu. “Masih ada puluhan lain selain Santoso,” kata Wawan kepada Jurnal Nasional, Sabtu (20/10). Alasannya, karena pada tahun 2006, Adnan Arsal, pengasuh Pondok Pesantren Amanah Poso pernah menyerukan agar mereka yang diduga terlibat terorisme menyerah. Namun, tidak semua menuruti perintah pemimpin Forum Silaturahmi Umat Islam (FSUI) Poso itu. Padahal, saat itu ada jaminan tidak akan diproses pidana.

Dia juga menduga para teroris menjadikan Poso sebagai basis kekuataan karena latar belakang sejarah Poso yang pernah mengalami konflik bernuasa agama. Wawan juga menduga, mencuatnya aksi teror sebagai reaksi dipindahkannya tempat tahanan Abu Bakar Baasyir dari Bareskrim Polri ke Nusa Kambangan beberapa waktu lalu. Baasyir adalah pendiri JAT, organisasi yang selama ini anggotanya banyak dituduh terlibat dalam tindak pidana terorisme. Ia ditangkap dengan tuduhan terlibat dalam pelatihan teror di Aceh.

Seperti diberitakan sebelumnya, dua polisi yaitu Anggota Buser Polres Poso Brigadir Andi Sappa dan anggota Urusan Pengumpul Bahan Keterangan Polsek Pesisir Polres Poso Bripka Sudirman, ditemukan tewas dengan luka sayatan pada leher di kawasan hutan dekat Desa Tamanjeka Masani, Poso, Sulawesi Tengah. Jenazah keduanya ditemukan di dalam satu lubang pada Selasa (16/10).

Dari olah tempat kejadian perkara (TKP), polisi menemukan butiran amunisi, helm, dan pakaian korban. Tak jauh dari lokasi ditemukannya dua jenazah dua polisi tersebut, tepatnya di Gunung Biru, pernah menjadi lokasi latihan militer kelompok teroris. Namun, sejak dua tahun terakhir, lokasi latihan militer berpindah-pindah sehingga belum dapat dipastikan pelaku pembunuhan berasal dari kalangan teroris.

Dalam penyelidikan yang dilakukan polisi, tiga orang diamankan Polres Kota Poso saat razia pada Sabtu (20/10). Diduga kuat, mereka terlibat dalam jaringan teroris di wilayah tersebut. Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Suhardi Alius, ketiganya ditangkap di dua tempat berbeda. “Kemarin diamankan oleh Polres Poso beberapa orang,” katanya dalam pesan singkat.

Mereka yang diamankan adalah Naim Lure, Ibrahim alias Salman dan Abu Bakar. Mereka hendak melarikan diri saat petugas menggelar razia. Naim ditangkap oleh petugas Polsek Napu, Ibrahim dan Abu Bakar diamankan oleh petugas dari Polsek Poso. Dari ketiganya ditemukan anak panah dan buku-buku bertemakan jihad. “Sekarang masih dalam pemeriksaan petugas,” ujar Suhardi.

Belum diketahui apakah ketiganya terlibat jaringan teror atau terlibat dalam pembunuhan dua petugas kepolisian di Poso. Saat ini petugas di Poso terus menggelar razia untuk mencari pelaku pembunuhan dua personelnya. Kuat dugaan pelaku berasal dari kelompok teror.

Sumber: www.jurnas.com

Copyright © 2018 Yayasan Prasasti Perdamaian. All Rights Reserved