Pengamat: Sulit deteksi kelompok teror kecil

Jaringan teroris Depok-Solo adalah contoh kelompok kecil yang tidak puas dengan keberadaan kelompok-kelompok radikal besar saat ini seperti Jemaah Islamiyah, kata pengamat.

“Kelompok-kelompok besar itu dianggap tidak memenuhi harapan mereka akan jihad yang sifatnya konkrit sehingga mereka memilih berada dalam kelompok-kelompok kecil untuk melakukan amaliyat atau aksi kekerasan tertentu,” kata peneliti terorisme Taufik Andrie dari Yayasan Prasasti Indonesia.

Kekhawatiran saat ini, kata Taufik, kelompok-kelompok kecil tersebut tidak bisa dideteksi.

Akhir pekan lalu polisi membekuk 10 anggota kelompok yang dipimpin Badri Hartono tersebut di Jawa Tengah dan Kalimantan Barat.

Kepala Biro Penerangan Umum Mabes Polri Brigjen Pol. Boy Rafli Amar, Senin (24/09), mengatakan bahwa kelompok yang menamakan diri al-Qaeda Indonesi itu menyembunyikan bahan peledak dengan daya rusak besar di sejumlah tempat.

“Efek ledaknya dapat memberikan efek dari sisi timbulnya api karena ini adalah dampak dari ledakan yang dihasilkan. Tujuannya adalah memberikan efek bakar yang lebih dahsyat. Efek itu dapat menjangkau orang-orang yang berada dalam radis 100 meter dari situ,” kata Boy, seperti dilaporkan wartawan BBC Indonesia Sigit Purnomo.

Terkait nama al Qaeda Indonesi, Taufik menilai hal itu dilakukan untuk menunjukkan simpati dan orientasi gerakan mereka yang ditujukan pada level global.

“Seperti kelompok al-Qaeda Serambi Mekah, nama dipilih untuk menunjukkan eksistensinya yang lebih luas agar diketahui dan didukung komunitas jihad internasional.

“Kelompok ini simpati pada jihad global tetapi melakukan aksi secara lokal,” kata dia.
Proses radikalisme berkesinambungan

Kelompok seperti Depok-Solo adalah buah dari proses rekrutmen dan radikalisme berkesinambungan selama 10 tahun terakhir.

“Kelompok-kelompok ini tumbuh dari proses radikalisme menahun yang berlangsung kontinyu dan melahirkan kelompok-kelompok kecil yang tidak puas dengan keberadaan kelompok-kelompok besar saat ini,” kata Taufik.

Ia menilai meski aparat penegak hukum berjalan baik dengan menangkap hampir 700 orang dalam 10 tahun terakhir, hal itu tidak diimbangi perlawanan signifikan dalam konteks membendung paham radikalisme.

Ia menghimbau pemerintah agar tidak memandang sebelah mata pada kelompok-kelompok kecil ini.

“Justru mereka lebih militan, lebih taktis dan strategis dalam melakukan aksinya,” kata Taufik.

Pendanaan juga dinilainya tidak menjadi halangan kelompok itu untuk melakukan aksi.

“Kelompok Badri Hartono misalnya belum jelas apakah mereka dapat dana dari infak tetapi intinya adalah mereka mampu menciptakan bom jenis baru yang lebih maju dan hal itu tidak selalu butuh dana besar tetapi keterampilan dan pengetahuan,” kata dia.

Sumber: www.bbc.co.uk

Copyright © 2018 Yayasan Prasasti Perdamaian. All Rights Reserved