Jalan Damai Yusuf Menuntaskan Jihad

Tidak selamanya korban dan mantan pelaku aksi terorisme bermusuhan. Mereka bisa saling peluk satu sama lain. Bahkan menjadi saudara. Jalan damai menjalankan jihad pun terbentang.

Namanya Machmudi Haryono. Tapi ia juga kadang dipanggil Abu Husna atau Yusuf Adirima. Pria bertubuh kecil kurus ini bukan sembarangan. Dia punya rekam jejak pernah memanggul senjata di medan perang Filipina Selatan.

Yusuf lahir di Jombang, dan pada tahun 2000an ia berangkat ke Pulau Mindanao bersama kelompoknya. Di sana ia diajari merakit bom, berlatih menembak, dan akhirnya turut berjuang di tengah-tengah bangsa Moro yang mengangkat senjata terhadap pemerintahan di Manila.

Selama dua tahun Yusuf dan banyak warga asal Indonesia membantu perjuangan Moro Islamic Liberation Front (MILF). Dari Moro, Yusuf bergerak ke Poso, Palu, Sulawesi Tengah, ketika konflik komunal bergolak pada awal 2002.

Setelah reda, Yusuf pun baru pulang ke kampung halamannya di Jombang, Jatim. Tujuh bulan ia lontang-lantung, hingga pada Januari 2003, ia menerima panggilan dari Semarang. Bertemulah ia dengan Abu Tholut alias Mustofa di Masjid Baiturahmman, Simpanglima.

Mustofa mengajaknya menjalankan bisnis sepatu. Bersama Yusuf ada Suyatno alias Heri Suyatno alias Heru Setiawan, Joko Ardianto alias Luluk Sumaryono, dan Siswanto alias Anto, mereka jadi pegawai Mustofa. Sebuah rumah besar di Jalan Taman Sri Rejeki Selatan VII/2, Kalibanteng, Kota Semarang dikontrak markas.

Tujuh bulan menjalankan bisnis sepatu dan sandal ke berbagai toko dan koperasi di Semarang dan sekitarnya, kongsi dagang itu buyar ketika pada 9 Juli 2003 rumah kontrakan mereka digropyok pasukan Densus 88 Antiteror.

Polisi menemukan berkilo-kilo bahan peledak, ribuan peluru, buku petunjuk penggunaan senjata api dan bahan peledak, serta dokumen rencana teror di Semarang. Rupanya ketika itu Mustofa alias Abu Tholut lebih dulu diringkus di Bekasi. Tuduhannya, memasok senjata ke Poso.

Kongsi dagang di Semarang rupanya jadi kedok semata. Berkardus-kardus bahan berbahaya yang didatangkan Abu Tholut entah dari mana, transit di Semarang, sebelum dikapalkan ke Poso.Yusuf dan tiga temannya ikut digulung. Pengadilan mengganjar mereka hukuman 10 tahun penjara.

Setelah 5,5 tahun mendekam di LP Kedungpane Semarang, Yusuf mendapatkan pembebasan bersyarat. Sejak itulah jalan hidupnya mulai berubah. Ia menemui Noor Huda Ismail, mantan jurnalis yang mendirikan Yayasan Prasasti Perdamaian di Semarang.

Yayasan itu menerima eks napi kasus terorisme untuk mengisi hidup tidak di jalan kekerasan. Noor Huda yang alumnus Ponpes Al Mukmin Ngruki berikhtiar para jihadis yang keluar penjara harus mendapatkan hak hidup seperti warga lain, dan ia mencoba membuka jalan.

Yusuf bersama 10 karyawan lain dipercaya Noor Huda mengelola Dapoer Bistik, rumah makan spesialis steak iga sapi dan udang. Kehidupan baru dilakoni Yusuf di tengah-tengah masyarakat Semarang yang plural. (Bakti Buwono)

Sumber: jogja.tribunnews.com

Copyright © 2018 Yayasan Prasasti Perdamaian. All Rights Reserved