KBR68H- Media yang menyebar kebencian diduga menjadi salah satu pendorong ana-anak muda terjebak pada kelompok radikal. Desakan agar media penyebar kebencian diberangus pun mencuat. Lalu apa upaya pemerintah ?
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menuding media penebar kebencian dapat memicu masyarakat untuk bertindak radikal dan memberikan citra negatif kepada pemerintah. Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris BNPT telah mengidentifikasi sejumlah media yang memicu radikalisme. Kata dia pihaknya membutuhkan UU yang dapat menjerat penyebar kebencian dan permusuhan untuk secara hukum.
Semuanya lengkap. Kita punya data, silahkan datang. (Apa saja?) Anda sudah sebut satu. (Arahmah.com?) Iya website-website yang setiap saat melakuakan tulisan yang setiap menghastu masyarakat yang tidak mau melihat kelebihan pemerintah hanya kekurangan-kekurangan. Tapi kita bisa menangkap, ini yang ditembak. Kita akan berkoordinasi dengan Kemenkoinfo
Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris menambahkan bakal menyerahkan daftar nama media tersebut kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Menindak lanjuti hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika bakal memblokir media yang berisikan tentang radikalisme. Namun hal itu akan dilakukan jika ada pengaduan. Juru Bicara Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto mengatakan sampai saat ini pihaknya belum mendapatkan pengaduan dari BNPT.
Karena yang diatur dalam UU ITE itu mulai dari pasal 27 ayat 1 itu masalah prnografi, 27 ayat 2 masalah pencucian online, 27 ayat 3 pencemaran nama baik, lalu pasal 28 itu SARA, 29 itu pengancamanan termasuk radikal kayak gini. Jadi tidak berdasarkan apakah itu blog atau berita, kalau isinya itu utuh radikal, itu akan kamu blokir,”
Sementara itu, Dewan Pers tidak bisa berkomentar banyak. Pasalnya, Dewan Pers mengaku belum diajak bicara oleh BNPT terkait media pemicu radikalisme tersebut. Ujar Anggota Dewan Pers Zulfiani Lubis.
Susah untuk berkomentar, kami belum tahu dasarnya, media mana saja, dan bahan pertimbangan yang digunakan BNPT itu apa ? Dewan Pers itu kan menilai media dasarnya kode etik jurnalistik dan UU Pers dan bukan hal lainnya.
Menanggapi tudingan BNPT, Arrahmah Media membantah hal itu. Kuasa Hukum Arrahmah Muhammad Hariadi Nasution mengatakan tudingan BNPT, harus dibuktikan secara hukum.
ini kan kebebasan pers yah, itu juga harus dihormati, harus dilihat juga dari situ, yah silahkan saja kalau mau ditutup tapi secara prosedur hukum tapi tidak bisa main bredel-bredel saja. Kalau misalkan alasannya apa dasarnya apa kan gitu.
Sementara itu, Pengamat Terorisme menilai media penyebar kebencian memang ikut menyumbang dalam aksi radikalisme, Namun tidak begitu besar. Pengamat Terorisme Taufik Andrie mengatakan munculnya media-media penebar kebencian merupakan bagian dari hasil demokrasi.
Dia menjadi trigger bisa, menjadi asupan informasi untuk seseorang memutuskan untuk masuk kelompok jihad itu bisa, tapi prosesnya sendiri tidak langsung, ada proses rumit yang harus dihadapi didalam kajian-kajian
Pengamat Terorisme Taufik Andrie menambahkan yang paling berperan dalam pengendalian media pemicu radikalisme tersebut adalah masyarakat. Menurut dia, masyarakat harus cerdas memilah informasi yang diterimanya. Di sisi lain media juga dilarang menebar kebencian.
Sumber: www.iyaa.com